Rabu, 13 Juli 2011

KHINSIP OF THERMINOLOGY

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Situs budaya bercerita tentang bagaimana bentuk budaya yang terdapat pada kelompok masyarakat (dalam hal ini keluarga batih dan keluarga luas). Interaksi yang terjadi antara individu yang paling dikenal maupun yang tidak biasanya dikenal membentuk pola bahasa tertentu. Prilaku dalam tutur bahasapun sangat penting dalam suatu kehidupan sosial.
Istilah sistem kekerabatan (system of kinship terminology) menjadi topik yang diambil oleh penulis karena penulis ingin mengetahui bagaimana penerapan istilah – istilah kekerabatan ini terimplementasi apabila di dalam suatu keluarga terdapat 2 suku yang berbeda. Situs budaya adalah kumpulan orang yang memiliki keunikan budaya pada daerah tertentu. Dalam hal ini istilah kekerabatan akan menjadi suatu budaya yang unik untuk dikaji atau diobservasi, baik dalam nuclear family ataupun extended family.
Istilah sistem kekerabatan (system of kinship terminology) ada di masing – masing suku di Indonesia. Suatu hal yang menarik dalam observasi ini adalah bentuk pengaplikasian istilah – istilah kekerabatan tersebut pada keluarga beda suku di kehidupan bermasyarakat. Bila melihat pada sistem kekerabatan suku Jawa, pastilah mereka menggunakan tutur panggilan atau istilah sistem kekerabatan yang sesuai dengan adat mereka, misalnya Bapak atau Romo untuk ayah, Simbok atau Biyung untuk ibu. Pada masyarakat Minang sebutan untuk memanggil ayah dikenal dengan istilah Apak dan ibu dengan istilah Amak . Lain halnya dengan masyarakat Batak Karo yang memanggil ayah dengan sebutan Bapa dan ibu dengan istilah Nande. Begitu pula dengan masyarakat Banjar yang memanggil ayah dengan istilah Abah dan panggilan ibu dengan istilah Uma. Namun bagaimana keadaannya bila Ego memiliki orang tua yang berbeda etnis, apakah panggilan yang akan disebut untuk kedua orang tuanya?



2. Tujuan
- Untuk menjelaskan kepada pembaca mengenai istilah sistem kekerabatan (system of kinship terminology) yang terdapat di beberapa suku yang diobservasi oleh penulis.
- Untuk mengetahui sejauh mana istilah sistem kekerabatan (system of kinship terminology) itu diterapkan dalam keluarga exogami.
- Untuk menyusun karya ilmiah yang menceritakan perkembangan warisan budaya dalam bentuk bahasa (lisan dan tulisan)

3. Manfaat
- Pembaca dapat mengetahui keunikan penyebutan istilah keluarga pada keluarga beda etnis.
- Dapat mengetahui istilah – istilah kekerabatan dari beberapa etnis

4. Objek yang dikaji
Dalam observasi ini, penulis mencoba menguraikan 4 etnis yang berbeda istilah kekerabatan, yakni : suku Jawa, suku Minangkabau, suku Banjar, dan suku Batak. Berikut beberapa etnis yang telah diobservasi:
- Pernikahan antarsuku Jawa dan suku Banjar
Ini terjadi pada keluarga Bapak Suharto dan Ibu Sumalia di kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara.
- Pernikahan antarsuku Batak dan suku Jawa
Pernikahan beda etnis ini terdapat pada keluarga Bapak Ramli Pohan dan Ibu Sri Astuti di Medan. Disini terdapat perbedaan sistem kekerabatan. Bapak Ramli Pohan, sesuai marga yang dianut memakai sistem kekerabatan orang batak yakni patrilineal, sedangkan Ibu Sri Astuti, sesuai etnisnya yakni Jawa, ia memakai sistem kekerabatan Bilateral.
- Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau.
Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau ini diterapkan oleh keluarga Bapak Burhanuddin Nasution dan Ibu Vivian Handayani.
- Pernikahan antarsuku Batak Karo dan Minangkabau
Bapak Asri Barus dan Ibu Yeni adalah keluarga beda etnis dan berbeda sistem kekerabatan pula.
B. Hasil Observasi
1. Gambaran umum
Seperti sistem kekerabatan pada umumnya, maka setiap etnis memiliki istilah – istilah kekerabatannya sendiri. Penulis telah mengobservasi beberapa keluarga yang melakukan pernikahan beda suku atau exogami. Ternyata di beberapa keluarga exogami, istilah sistem kekerabatan ada yang diterapkan sesuai adat keluarga ayah dan disesuaikan juga dengan adat keluarga ibu. Jadi ada sebuah penyesuaian panggilan kekerabatan pada ego ketika ia bertemu dengan keluarga ayah ataupun keluarga ibu.
Dalam bentuk yang lebih kecil lagi yakni pada keluarga batih, Ego memanggil istilah kekerabatan pada keluarga batih disesuaikan dengan kesepakatan antara kedua orang tua. Tetapi ada juga Ego yang menerapkan istilah kekerabatan dalam keluarganya berdasarkan bahasa Indonesia yang digunakan secara umum, misalnya penggunaan kata om untuk pakle atau ibu untuk bukle. Ini menunjukkan adanya proses difusi, akulturasi dan asimilasi yang terjadi di keluarga ini. Baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat mempengaruhi terbentuknya istilah – istilah sistem kekerabatan.

2. Istilah Kekerabatan
2.1 Sejarah Istilah Kekerabatan
Dalam Sejarah Teori Antropologi I, Lewis Henry Morgan membuat karangan etnografi yang pertama kali pada tahun 1851 berjudul League of the Ho-de-no-Sau-nie or Iroquois. Karangan – karangannya tentang orang Iroquois terutama berorientasi mengenai persoalan susunan kemasyarakatan dan sistem kekerabatan. Pada mulanya Morgan membandingkan istilah kekerabatan yang terdapat pada suku bangsa Iroquois dengan istilah – istilah kekerabatand dalam bahasa Inggris. Misalnya saja untuk istilah Hänih dalam bahasa Seneca mengartikan bahwa semua saudara laki – laki atau banyak individu dipanggil dengan sebutan Hänih, berbeda dengan istilah father dalam bahasa Inggris yang merujuk kepada ayah atau bapak. Faher dalam istilah ini hanya mengarah kepada satu orang saja.
Dari kejadian tersebut Morgan mulai memahami bahwa istilah sistem kekerabatan dalam setiap etnis berbeda – beda begitu juga dengan sistem kekerabatannya. Pada suku Iroquois ayah dan saudara pria ayah disebut dengan satu istilah. Diartikan oleh Koentjaraningrat bahwa ini disebabkan karena sikap orang dan mungkin hak – hak dan kewajiban orang terhadap ayah dan saudara pria ayah itu sama. Sebaliknya dalam istilah sistem Amerika, ayah dan saudara pria ayah memiliki perbedaan sikap, hak – hak dan kewajiban yang membuatnya memiliki istilah kekerabatan yang berbeda pula. Berikut sebuah bagan yang memberitahukan perbedaan arti istilah Hänih dan Father yang terdapat dalam buku Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I dan Beberapa Pokok Antropologi Sosial.

∆ ∆ ∆
Hänih hänih hänih




a. Orang Iroquois

∆ ∆ ∆
Uncle Father Uncle


b. Orang Inggris

Melalui hasil pengamatannya terhadap orang Iroquois, Morgan menyusun sebuah angket yang berisi tentang daftar pertanyaan mengenai istilah – istilah kekerabatan dan ia edarkan ke berbagai suku bangsa Indian di Amerika Serikat. Ternyata hasilnya memuaskan. Lalu ia mencoba mengedarkan angket tersebut ke daerah luar Amerika Serikat melalui lembaga Smithsonian Institute. Pada akhirnya Lewis Henry Morgan telah berhasil mengumpulkan 139 macam istilah kekerabatan yang berasal dari berbagai bangsa di dunia dan diterbitkannya dalam bentuk buku dengan judul Systems of Consanguinity and Affinity of the Human Family (1871).

2.2 Aplikasi Istilah – Istilah Kekerabatan di Lingkungan Keluarga
Penulis mencoba mengurai istilah kekerabatan yang terdapat dalam 4 etnis ini kemudian membandingkannya dengan implementasi istilah kekerabatan yang dipakai oleh 4 keluarga yang menjadi objek kajian.
2.2.1. Suku Jawa
Sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral/parental yakni mengambil garis keturunan yang diperhitungkan dari kedua belah pihak, ayah dan ibu. Dengan prinsip bilateral atau parental ini maka Ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak sedulur (kindred).
Berikut bagan dari alur istilah kekerabatan orang Jawa.
Mbah Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah,

Mbah Buyut

Eyang, Mbah, Simbah, Kakek, Pak Tua

Bapak, Romo (ayah) + Simbok, Biyung (Ibu)

Kamas, Mas, / Mbak yu, Yu< EGO > Adhi, Dimas,Dik,Le

Anak

Putu

Putu Buyut, Buyut

Putuh Canggah, Canggah

Secara lengkap berikut pemaparan istilah – istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang di dalam kelompok kerabatnya dalam bentuk uraian adalah sebagai berikut:
a. Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Bapak atau Rama atau Romo.
b. Ego menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung.
c. Ego menyebut kakak laki-laki dengan Kamas, Mas, Kakang Mas, Kakang, Kang.
d. Ego menyebut kakak perempuan dengan Mbak Yu, Mbak, Yu.
e. Ego menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik, Le.
f. Ego menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Ndhuk, Dhenok.
g. Ego menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pak Dhe, Siwa, Uwa.
h. Ego menyebut kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Bu Dhe, Mbok Dhe, Siwa, Uwa.
i. Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Pak Lik, Pak Cilik.
j. Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik, Mbok Cilik.
k. Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah, Simbah, Kakek, Pak Tua. Sebaliknya Ego akan disebut Putu.
l. Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Buyut. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu Buyut, Buyut.
m. Ego menyebut orang tua laki-laki/perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah. Sebaliknya Ego akan disebut Putu Canggah, Canggah.



2.2.2. Suku Banjar
Waring

Sanggah

Datu

Kai (kakek) + Nini (nenek)

Abah (ayah) + Uma (mama)

Kakak < EGO > Ading

Anak

Cucu

Buyut

Intah
Dalam Suku Banjar, istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang didalam kelompok kerabatnya adalah sebagai berikut.
a) Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Abah.
b) Ego menyebut orang tua perempuan dengan Uma.
c) Ego menyebut kakak laki-laki dengan abang.
d) Ego menyebut kakak perempuan dengan kakak.
e) Ego menyebut adik laki-laki dengan adik.
f) Ego menyebut saudara ayah atau ibu yang tertua dengan Julak.
g) Ego menyebut saudara ayah atau ibu yang kedua dengan Gulu.
h) Ego menyebut saudara ayah atau ibu yang tengah dengan Angah.
i) Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pakacil.
j) Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan makacil.
k) Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Kai. Sebaliknya Ego akan disebut dengan cucu.
l) Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat diatas ayah dan Ibu dengan Datu. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Buyut.
m) Ego menyebut orang tua laki-laki/perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Sanggah. Sebaliknya Ego akan disebut Intah.
Untuk memanggil saudara dari Kai dab Nini sama, begitu pula untuk saudara datu.Disamping istilah di atas masih ada pula sebutan lainnya, yaitu:
• Minantu (suami / isteri dari anak Ego)
• Pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
• Mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri Ego)
• Mintuha lambung (saudara mintuha dari Ego)
• Sabungkut (orang yang satu Datu dengan Ego)
• Mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah/ibu dari Ego)
• Kamanakan (anaknya kakak / adik dari Ego)
• Sapupu sakali (anak mamarina dari Ego)
• Maruai (isteri sama isteri bersaudara)
• Ipar (saudara dari isteri / suami dari Ego)
• Panjulaknya (saudara tertua dari Ego)
• Pabungsunya (saudara terkecil dari Ego)
• Badangsanak (saudara kandung)
Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri sendiri. Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata pian, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.
2.2.3. Suku Minangkabau
Angku (kakek) + Andung (nenek)

Apak (ayah) + Amak (mama)

Kakak < EGO > Adik

Anak

Cucu

Buyut

Istilah – istilah kekerabatan yang lain dalam masyarakat minangkabau adalah sebagai berikut:
a. Ego menyebut saudara perempuan ayah atau ibu dengan sebutan Teti, Mak uo, Mak Tuo
b. Ego menyebut saudara perempuan ayah atau ibu yang tengah dengan Teta
c. Ego menyebut saudara perempuan ayah atau ibu yang paling kecil dengan Uncu
d. Ego menyebut saudara laki – laki ayah atau ibu yang paling besar dengan Uning
e. Ego menyebut saudara laki – laki ayah atau ibu yang tengah dengan Angah
f. Ego menyebut saudara laki – laki ayah atau ibu yang paling kecil dengan Mak etek/

2.2.4. Suku Batak karo

Bulang (kakek) + Nini (nenek)

Bapa (ayah) + Nande (mama)

Kakak < EGO > Agi

Anak

Kempu

Ente

Ntah



Istilah – istilah kekerabatan lainnya adalah sebagai berikut:
a. Ego menyebut Kakak atau adik perempuan dari ayah dengan Bibi (tua, tengah,nguda)
b. Ego menyebut suami Bibi dengan Bengkila
c. Ego menyebut Abang atau adik laki – laki dari mamak dengan Mama (tua, tengah, nguda)
d. Ego menyebut istri Mama dengan Mami

Setelah mengetahui istilah kekerabatan yang terdapat pada masing – masing suku yang penulis telah observasi, kemudian membandingkannya dengan realita yang terdapat pada keluarga yang menganut dua etnis. Uraiannya adalah sebagai berikut :
- Pernikahan antarsuku Jawa dan suku Banjar
Sesuai data yang telah diuraikan sebelumnya, penulis menguraikan kembali objek kajian yang diobservasi. Pertama, Ini terdapat pada keluarga Bapak Suharto (etnis Jawa) dan Ibu Sumalia (etnis Banjar) di Air Putih, Batu Bara. Ego dalam istilah sistem kekerabatan ini bernama Desy. Dalam istilah pemanggilan keluarga, penulis memusatkan terlebih dahulu pada keluarga batih. Jika dalam suku Jawa memanggil orang tua laki – laki dan perempuan itu dengan sebutan Bapak atau Romo dan simbok atau Biyung, lain halnya pada suku Banjar, orang tua laki – laki dan perempuan disebut abah dan uma. Realita yang diperoleh adalah Ego dalam keluarga ini memanggil orang tuanya dengan istilah Bapak untuk menyebutkan orang tua laki – laki dan istilah mamak untuk menyebutkan orang tua perempuan.
Dalam kasus ini, istilah kekerabatan dari pihak ibu tidak diterapkan dan dari pihak ayah hanya sebutan orang tua laki – laki saja yang dipakai. Ini mungkin karena lingkungan atau kesepakatan antara ayah dan ibu yang mempengaruhi dan membuat Ego harus memanggil istilah kekerabatan tesebut. Kemudian pada tingkat keluarga luas (extended family) , ternyata Ego memanggil keluarga dari pihak ayah dengan sebutan yang sama dengan istilah kekerabatannya orang Jawa, misalnya memanggil saudara laki – laki ayah dengan sebutan Padhe dan saudara perempuan ayah dengan sebutan budhe. Namun Ego menyebut istilah kekerabatan dari pihak ibu tidak sesuai dengan istilah kekerabatan orang Banjar, misalnya adik laki – laki ibu disebut dengan istilah om, dan adik perempuan ibu disebut dengan istilah ibu.
- Pernikahan antarsuku Batak dan suku Jawa
Pernikahan beda etnis ini terdapat pada keluarga Bapak Ramli Pohan (etnis Batak) dan Ibu Sri Astuti (etnis Jawa) di Tembung. Disini terdapat perbedaan sistem kekerabatan. Bapak Ramli Pohan, sesuai marga yang dianut memakai sistem kekerabatan orang batak yakni patrilineal, sedangkan Ibu Sri Astuti, sesuai etnisnya yakni Jawa, ia memakai sistem kekerabatan Bilateral. Namun, dalam kehidupan sosial, Rida Pohan sebagai Ego menarik garis keturunan dari ayah yakni patrilineal dengan mencantumkan marga ayahnya di belakang namanya.
Suatu hal yang penulis temukan dalam kasus kedua ini, Ego dalam keluarga beda Etnis ini memanggil istilah kekerabatan untuk orang tua laki – laki dan orang tua perempuan dengan sebuatan Bapak dan Mamak. Namun pada keluarga luasnya, Ego memanggil istilah kekerabatan baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dengan istilah kekerabatan yang sesuai dengan suku kedua orang tuanya, misalnya uwa untuk menyebutkan nama kakak perempuan dan laki – laki dari pihak ibu. Suku Batak yang dianut terasa lebih dominan daripada suku Jawa. Ini terlihat dari logat bahasa yang diutarakan si Ego, tampak lebih keras, tegas, dan terkesan agak kasar.
- Pernikahan antarsuku Batak Karo dan Minangkabau
Penulis mendapati satu keluarga yang menganut adat exogami pada keluarga Bapak Asri Barus dan Ibu Yeni. Dalam suku ini, Reni berperan sebagai ego. Keluarga batih berbeda etnis ini menganut dua sistem kekerabatan yakni patrilineal dari pihak ayah dan matrilineal dari pihak ibu.
Dari data yang diperoleh, keluarga ini bersepakatan menganut sistem kekerabatan patrilineal. Terlihat juga pada Ego yang menggunakan marga ayahnya di belakang namanya. Di kasus ketiga ini, penulis masih mendapati panggilan pada kedua orang tua dengan sebutan bapak dan mamak bukan bapa dan nande atau abah dan uma . Dalam memanggil istilah kekerabatan pada keluarga luas (extended family) keluarga ini menerapkan panggilan untuk kerabat keluarga sesuai dengan kesepatakan. Ego menyebut kerabat dari pihak ayah dengan istilah kekekerabatan batak karo dan ketika bertemu dengan kerabat dari pihak ibu, Ego menggunakan istilah kekerabatan yang biasa dipakai orang minangkabau.

- Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau.
Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau ini dilakukan oleh keluarga Bapak Burhanuddin Nasution ( etnis Batak Mandailing) dan Ibu Vivian Handayani ( etnis Minangkabau) di Medan. Dalam dua keluarga ini terdapat perbedaan sistem kekerabatan, dari pihak ayah menganut sistem kekerabatan patrilineal dan dari pihak ibu menganut sistem kekerabatan matrilineal. Dalam hal ini Ina berperan sebagai Ego. Di keluarga ini, pihak ibu lebih terlihat dominan dari pada ayah. Ini terlihat dari tingkat kedekatan Ego lebih erat dengan adat Minangkabau begitu juga dengan penerapan istilah sistem kekerabatannya. Dalam kasus ketiga ini, keluarga batih si Ego menyebutkan istilah kekerabatan untuk kedua orang tua dengan sebutan ayah dan ibu. Dan untuk memanggil adik laki – laki dari ayah dan ibu, Ego menggunakan panggilan om kepada pihak keluarga ibu.

C. PEMBAHASAN
Menurut para sarjana antropologi dalam buku “ Beberapa Pokok Antropologi Sosial”, masalah istilah kekerabatan dapat dipandang dari tiga sudut, yakni:
1. Sudut cara pemakaian daripada istilah – istilah kekerabatan pada umumnya.
Dari sudut ini dikenal dua sistem istilah lagi yakni istilah menyapa (term of address) dan istilah menyebut (term of reference). Istilah menyapa dipakai oleh Ego untuk memanggil seseorang kerabat saat pembicaraan langsung, misalnya istilah menyapa bagi ibu adalah mamak atau mak. Istilah menyebut dipakai oleh Ego ketika ia berhadapan dengan seseorang lain, berbicara tentang seorang kerabat sebagai orang ketiga, misalnya istilah menyebut bagi ibu adalah orang tua.
2. Sudut susunan unsur – unsur bahasa dari istilah – istilahnya.
Dipandang dari sudut ini, maka istilah kekerabatan mempunyai tiga macam istilah yakni istilah kata dasar ( elementary terms), istilah kata ambilan (derivative terms), dan istilah deskriptif (descriptive terms). Istilah kata dasar merupakan istilah yang terdiri dari satu kata. Istilah kata ambilan merupakan suatu istilah kata dasar ditambah dengan suatu unsur morfem yang merubah isi semantik dari kata dasar. Istilah deskriptif merupakan suatu istilah majemuk yang terdiri dari suatu istilah kata ambilan yang disingkat. Misalnya ibu untuk istilah kata dasar, kemenakan untuk istilah kata ambilan, dan naksanak (anak dari sanak) atau pakwa (bapak yang tua) untuk istilah deskriptif.
3. Sudut jumlah orang kerabat yang diklasifikasikan ke dalam suatu istilah
Dalam sudut ketiga ini, para sarjana antropolog membaginya ke dalam 3 macam istilah yakni istilah denotatif ( menunjukkan kepada satu orang kerabat saja), istilah designatif (menunjuk ke suatu tipe kerabat atau lebih dari satu orang), dan istilah klasifikatoris (menunjukkan suatu klasifikasi istilah lebih dari satu orang kerabat). Misalnya istilah ayah disebut istilah denotatif karena ini menyatakan bahwa tidak ada lagi satu orang kerabat lain yang dipanggil dengan istilah ayah. Istilah daughter dalam bahasa Inggris merupakan contoh dari istilah designatif karena menunjuk ke lebih dari satu orang kerabat Ego apabila Ego memiliki lebih dari satu saudara perempuan sekandung. Istilah saudara merupakan contoh dari istilah klasifikatoris misalnya saudara - saudara sekandung laki – laki dari ego, saudara – saudara dari ayah/ibu, nak - anak saudara laki – laki ayah/ibu, anak – anak saudara perempuan ayah/ibu, dan contoh yang lain. Artinya dalam istilah klasifikatoris ini, istilah saudara tidak hanya dari kerabat sekandung, tetapi keseluruhan besar saudara yang tidak sedarah pun termasuk bagian dari klasifikasi ini.
Dari hasil observasi yang didapat di lapangan menunjukkan bahwa sebutan atau panggilan atau istilah kekerabatan sedikit demi sedikit telah terkikis. Sebagai contoh pada 3 keluarga yang menjadi sample yakni keluarga etnis Jawa- Banjar, Keluarga etnis Batak-Jawa, dan keluarga etnis Karo-Minangkabau, kesemuanya memanggil kedua orang tua tidak dengan panggilan sesuai dengan salah satu suku yang dianut, namun dengan panggilan “Bapak” dan “mamak”. Begitu pula dalam memanggil adik laki – laki dari ayah atau ibu, Ego dari keluarga etnis Batak Mandailing-Minangkabau menggunakan istilah “om”.
Faktor – faktor penyebab terjadinya pergeseran fungsi istilah kekerabatan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Jarak tempat tinggal antar satu anggota lain yang terlalu jauh. Misalnya suku Jawa yang bermukim di daerah yang didominasi dengan kebudayaan suku Batak di pulau Sumatera. Sedikit banyaknya pola kehidupan masyarakat di daerah tersebut mempengaruhi pola tingkah laku termasuk tutur atau bahasanya yang membedakan masyarakat Jawa di pulau Jawa dan masyarakat Jawa di pulau Sumatera.
b. Lingkungan sekitar masing – masing keluarga inti yang telah banyak mempengaruhi cara hidup anggotanya, terutama yang berdomisili di luar lingkungan suku yang dimaksud ( tertentu).
c. Adanya pengaruh media massa dalam mempresentasikan kehidupan berkeluarga. Misalnya sinetron yang menuturkan panggilan kepada kedua orang tua dengan sebutan “ papa” dan “mama”.
d. adanya pengaruh kepercayaan religi (agama) sehingga sedikit menggeser nilai kepercayaan dalam suatu suku yang dianut.
e. Cara pernikahan yang eksogami, sehingga terpengaruh pula oleh suku.

Interaksi yang terjadi antara individu yang paling dikenal maupun yang tidak biasanya dikenal mengikuti suatu pola tertentu. Pola perilaku antar individu ini ditentukan oleh peraturan sosial yang dimiliki masyarakat tersebut. Bila seorang individu berinteraksi dengan individu lain, ia harus dapat menyesuaikan perilakunya (termasuk perilaku bahasanya) terhadap keadaan sekitarnya. Perilaku berbahasa ditentukan oleh tingkat keakraban antara dua individu, tempat (setting), jenis kelamin, status, dan lain sebagainya. Seorang individu harus memperhatikan hal-hal ini bila ia ingin berpartisipasi dalam suatu kehidupan sosial dan juga supaya ia dapat diterima oleh anggota masyarakat yang lain (Bailey dalam Lily, 1971). Seorang Guru besar pun akan marah apabila mahasiswa memanggilnya dengan istilah “ boy, apa kabar?”, jadi penempatan atau penyesuaian diri baik itu tingkah laku maupun tutur bahasa dibutuhkan dalam lingkungan agar tercipta kehidupan sosial yang harmonis.

D. PENUTUP
1. Simpulan
Dari hasil observasi yang diperoleh melalui 4 keluarga menunjukkan bahwa istilah kekerabatan pada keluarga beda etnis atau keluarga yang mengambil bentuk pernikahan exogami didasarkan atas kesepakan antara pihak laki – laki dan pihak perempuan dalam menentukan panggilan. Selain itu factor tradisi panggilan dalam keluarga juga mempengaruhi, maksudnya ketika Ego memasuki keluarga Ibu, maka ia harus menyesuaikan diri dengan istilah kekerabatan yang terdapat pada suku ibunya dan ketika ia memasuki keluarga ayahnya, maka ia juga harus menyesuaikan bahasanya dalam memanggil kerabat dari ayah. Namun ada juga beberapa keluarga yang mulai menerapkan istilah kekerabatan dengan menyamaratakannya dengan istilah kamus bahasa Indonesia seperti ayah atau ibu untuk panggilan orang tua laki – laki dan perempuan.
2. Rekomendasi
Tidak hanya bentuk situs budaya seperti ritual atau upacara dan aktivitas – aktivitas budaya lain yang dilestarikan sebagai bukti warisan budaya tetapi juga Tutur atau panggilan atau istilah kekerabatan harus dilestarikan sebagai bukti warisan budaya yang nyata. Setiap individu – individu dalam suku harus mampu menjaga kearifan lokal lewat pengaplikasian istilah kekerabatan dalam keluarga batih dan keluarga luasnya sehingga istilah kekerabatan atau Kinship of Terminology akan terus dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Tidak terlepas baik itu keluarga endogami ataupun keluarga eksogami.


DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat.1980. Beberapa Pokok Antopologi Sosial.Jakarta:Dian Rakyat
--------------------.1987.Sejarah Teori Antropolgi I.Jakarta:UI Press.
http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/03/23/istilah-kekerabatan-masyarakat-banjar/
http://organisasi.org/macam-jenis-bentuk-perkawinan-pernikahan-poligini-poliandri-endogami-eksogami-dll
http://mhs.blog.ui.ac.id/niken.puspitaningrum/2009/06/17/fungsi-kekerabatan-suku-jawa/
http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=82493&lokasi=12
http://memik.blog.uns.ac.id/2009/04/19/nepotisme-dalam-sistem-kekerabatan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar