Rabu, 13 Juli 2011

REVITALISASI MUSEUM

A. DEFENISI REVITALISASI MUSEUM
Revitalisasi adalah upaya untuk memfungsikan kembali/memvitalkan kembali/membenahi kembali suatu kawasan, bangunan, atau bagian kota yang dahulu pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat) (Danisworo, 2002). Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas. (Laretna, 2002)
Dalam arti harfiah Revitalisasi yakni “menghidupkan kembali”, maknanya tidak sekedar mengadakan/mengaktifkan kembali apa yang sebelumnya pernah ada, tetapi menyempurnakan strukturnya, mekanisme kerjanya, menyesuaikan dengan kondisi baru, semangatnya dan komitmennya. Kondisi Indonesia telah banyak berubah dan karenanya memerlukan adanya sistem penyuluhan yang “baru”. Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal-hal sebagai berikut:
• Intervensi fisik
Intervensi fisik adalah ikut campur baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai urusan dalam negeri (KBBI). Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, dalam hal ini fasilitas utama yang harus menjadi perhatian adalah ruang pamer tetap dan temporer, ruang administrasi ketatausahaan, auditorium, toilet, fasilitas untuk lansia, cacat, dan balita, ruang medis (PPPK), website/internet. Selain itu fasilitas pendukung luar gedung, seperti antara lain perpustakaan, cafe/souvenir shop, panggung terbuka, guest house dan dalam gedung seperti peringatan dini darurat, emergency exit door, locker room, CCTV dan hotspot juga perlu dirumuskan sebagai pengawalan revitalisasi museum.


B. MANFAAT, DAMPAK, DAN SASARAN REVITALISASI
Kebijakan revitalisasi museum di Indonesia bermanfaat untuk meningkatkan pengembangan museum dan memperkenalkan museum kepada masyarakat luas.
Dampaknya diharapakan dapat meningkatkan pemahaman mengenai benda- benda yang terdapat di dalam museum di samping meningkatkan pendapatan Negara maupun swasta. Revitalisasi museum diharapkan dapat mewujudkan kesadaran untuk menempatkan kembali museum sebagai pilar mencerdaskan bangsa, memperteguh kepribadian bangsa, dan memperkokoh ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
Sasaran yang dituju adalah:
- seluruh komponen penyelenggara dan pemangku kepentingan di semua aspek dari museum.
- Dapat turut meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.
- Terwujudnya museum yang memiliki kualitas standar baku sebagai saran edukasi dan rekreasi serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
- Museum menjadi sebagai sebuah lembaga yang strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memperkokoh kepribadian bangsa, meningkatkan ketahanan nasional serta internalisasi wawasan nusantara.
- Terwujudnya museum yang representatif sebagai media pelestarian dan pusat informasi budaya
- Terwujudnya enam poin bidang revitalisasi museum yang disepakati meliputi fisik, manajemen, program, jejaring, pencitraan, dan kebijakan. Sehingga baik dari bidang fisik yakni mencakup fasilitas utama (tata ruang), kemudian pengaturan manajemen yang terpadu, pelaksanaan program – program secara konstan dan sinkronik, terpancarnya pencitraan museum yang diharapkan maupun kebijakan dalam proses revitalisasi museum dapat terlaksana dengan baik.


C. TUJUAN REVITALISASI MUSEUM
Sebelum menuju pada tujuan revitalisasi museum, perlu diketahui siapa saja yang berperan dalam revitalisasi museum. Berikut adalah peran – peran yang diperlukan dalam proses revitalisasi museum.
• PERAN PEMERINTAH (Pusat, Propinsi, Kebupaten/Kota): Membuat kebijakan, memfasilitasi, mengatur, menggerakkan, serta memonitor dan mengevaluasi.
• PERAN BADAN PELESTARI, PENGELOLA DAN PENGEMBANGAN MUSEUM: Memelihara, menjaga perawatan setiap koleksi museum, meningkatkan pengunjung, melaksanakan sosialisasi terhadap masyarakat.
• PERAN PENGUNJUNG: Menjaga keaslian setiap koleksi (tidak ada perusakan terhadap koleksi – koleksi), membantu badan pelestari dan pengembangan museum untuk merawat, menjaga keadaan museum khususnya pada setiap koleksi, mengembangkannya ( salah satu cara dengan mempublikasikannya pada umum agar semakin banyak pengunjung yang berkunjung ke museum), dan memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat.
• PERAN KOMUNITAS : mengumpulkan orang – orang untuk berminat mengunjungi museum, membantu pemerintah mensukseskan program revitalisasi museum dengan mengkemas museum menjadi tempat yang berwahasa sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan rekreasi.
Sebagai pusat pendidikan, museum berfungsi sebagai salah satu pusat kegiatan belajar. Belajar bukan hanya diperoleh di sekolah formal tetapi juga dalam keadaan informal. Seseorang atau kelompok dapat belajar lebih santai dan nyata. Bila di sekolah atau akademika pendidikan formal, pengajar hanya dapat memaparkan mengenai sebuah materi secara teoritis, di museum sebagai pusat pendidikan, merupakan pusat kegiatan belajar yang praktis bahkan pelajar akan lebih memahami mengenai suatu benda, ketika ia melihat secara langsung bentuk dari benda tersebut.
Museum sebagai pusat penelitian, museum berfungsi sebagai salah satu jaringan informasi ilmu pengetahuan. Museum sebagai salah satu lembaga pendidikan di luar sekolah formal. Artinya museum sebagai lembaga pendidikan berguna untuk penelitian bagi kepentingan pengunjung (G.D. Van Wager, 1990).
Museum sebagai pusat rekreasi, museum berfungsi sebagai penghayatan nilai – nilai keindahan. Sembari memperlajari benda – benda yang terdapat di museum, pengunjung dapat menghayati nilai – nilai keindahan dalam benda – benda tersebut sebagai rekreasi diri.
Museum memberi kemudahan kepada pengunjung. Dengan tiga fungsi di atas diharapkan dampaknya akan dapat membantu pemerintah dalam mengembangkan bangsanya yang berwawasan luas, berkpribadian Indonesia, dan mencintai Negara dan bangsanya.
Revitalisasi Museum merupakan bagian dari Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM), yang bertujuan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap museum,upaya peningkatan kualitas museum dan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan museum dan pelayanan pengunjung, dan menjadikan museum sebagai pranata sosial yang mampu membangkitkan kebanggaan dan memperkukuh jatidiri bangsa.
Disamping itu revitalisasi museum ini bertujuan untuk Meningkatkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di antara seluruh penyelenggara baik pemerintah maupun badan pelestari dan pengembangan museum dan memberikan pelayanan prima bagi pengunjung agar pengunjung tertarik untuk berkunjung kembali ke museum.
Revitalisasi museum juga diartikan sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting museum secara proporsional dan kontekstual. Museum diharapkan dapat mengubah citra dan wajah museum Indonesia menjadi lebih menarik dan prima.


D. KEBERHASILAN REVITALISASI SEBUAH MUSEUM
Pemerintah Indonesia memprogramkan revitalisasi museum selama lima tahun sejak 2010 hingga 2014 mendatang, yang mencakup 79 unit museum yang tersebar di berbagai daerah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kembudpar) Hari Untoro Drajat, MA, mengemukakan hal itu saat membuka pertemuan nasional museum se-Indonesia,di Mataram.
"Pihak yang melaksanakan revitalisasi museum itu yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah dan komunitas," ujarnya.
Beliau menyebut jumlah museum yang direvitalisasi pada tahun 2010 sebanyak 6 unit, 2011 sebanyak 30 unit, 2012 sebanyak 10 unit, 2013 sebanyak 15 unit dan tahun 2014 sebanyak 20 unit museum.
Sementara para pihak yang terlibat dalam program revitalisasi museum itu antara lain pengunjung, masyarakat, badan pelestari, pengembang, badan pembuat dan pelaksana kebijakan dan regulasi serta lembaga donor.
"Revitalisasi museum itu mencakup aspek fisik, pengelolaan (SDM dan koleksi), program kreatif, jejaring dengan komunitas, kebijakan dan pemasaran serta komunikasi," ujarnya.
Untoro mengatakan, revitalisasi museum itu merupakan salah satu kegiatan Gerakan Nasional Cinta Museum periode 2010-2014, yang diawali dengan peluncuran Tahun Kunjung Museum 2010 yang diluncurkan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik, tanggal 30 Desember 2009.
Kegiatan Tahun Kunjung Museum 2010 itu didukung oleh seluruh museum di Indonesia dan asosiasi museum yang berada di enam provinsi yakni Sumatra Utara, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Bali.
Revitalisasi museum juga diartikan sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting museum secara proporsional dan kontekstual.
Oleh karena itu, kata Untoro menambahkan, diperlukan gerakan bersama untuk penguatan pemahaman, apresiasi dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada tataran semua komponen masyarakat Indonesia, baik dalam skala lokal, regional maupun nasional.

Dalam pertemuan nasional museum se-Indonesia yang berlangsung sejak 29 Maret hingga 1 April mengedepankan pencitraan museum yang berkualitas dan menuju masa depan. Pertemuan nasional itu bertujuan menyamakan langkah dan strategi dalam menyusun konsep serta perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam kegiatan revitalisasi museum se-Indonesia, sehingga pada saatnya nanti akan terwujud museum yang berkualitas sebagai saran edukasi dan rekreasi serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pemerintah Indonesia memprogramkan revitalisasi museum selama lima tahun sejak 2010 hingga 2014 mendatang, yang mencakup 79 unit museum yang tersebar di berbagai daerah. Oleh karena itu diperlukan gerakan bersama untuk penguatan pemahaman, apresiasi dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada tataran semua komponen masyarakat Indonesia, baik dalam skala lokal, regional maupun nasional (Untoro).


E. SEJARAH PERKEMBANGAN MUSEUM
Perkembangan museum di Belanda sangat mempengaruhi perkembangan museum di Indonesia. Diawali oleh seorang pegawai VOC yang bernama G.E. Rumphius yang pada abad ke-17 telah memanfaatkan waktunya untuk menulis tentang Ambonsche Landbeschrijving yang antara lain memberikan gambaran tentang sejarah kesultanan Maluku, di samping penulisan tentang keberadaan kepulauan dan kependudukan. Memasuki abad ke-18 perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan baik pada masa VOC maupun Hindia-Belanda makin jelas dengan berdirinya lembaga-lembaga yang benar-benar kompeten, antara lain pada tanggal 24 April 1778 didirikan Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, lembaga tersebut berstatus lembaga setengah resmi dipimpin oleh dewan direksi. Pasal 3, dan 19 Statuten pendirian lembaga tersebut menyebutkan bahwa salah satu tugasnya adalah memelihara museum yang meliputi: pembukuan (boekreij); himpunan etnografis; himpunan kepurbakalaan; himpunan prehistori; himpunan keramik; himpunan muzikologis; himpunan numismatik, pening dan cap - cap; serta naskah-naskah (handschriften), termasuk perpustakaan.
Pengertian tentang museum dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena museum senantiasa mengalami perubahan tugas dan kewajibannya. Museum merupakan suatu gejala sosial atau kultural dan mengikuti sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang menggunakan museum itu sebagai prasarana sosial atau kebudayaan. Museum berakar dari kata Latin “museion”, yaitu kuil untuk sembilan dewi Muse, anak-anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah menghibur. Dalam perkembangannya museion menjadi tempat kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani kuna, seperti sekolahnya Pythagoras dan Plato. Dianggapnya tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat sebagai ruang lingkup ilmu dan kesenian adalah tempat pembaktian diri terhadap ke sembilan Dewi Muse tadi. Museum yang tertua sebagai pusat ilmu dan kesenian adalah yang pernah terdapat di Iskandarsyah. Lama kelamaan gedung museum tersebut yang pada mulanya tempat pengumpulan benda-benda dan alat-alat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu dan kesenian, ada yang berubah menjadi tempat mengumpulkan benda-benda yang dianggap aneh. Perkembangan ini meningkat pada abad pertengahan dimana yang disebut museum adalah tempat benda-benda pribadi milik pangeran, bangsawan, para pencipta seni dan budaya, para pencipta ilmu pengetahuan, dimana dari kumpulan benda (koleksi) yang ada mencerminkan apa yang khusus menjadi minat dan perhatian pemiliknya. Benda-benda hasil seni rupa sendiri ditambah dengan benda-benda dari luar Eropa merupakan modal koleksi yang kelak akan menjadi dasar pertumbuhan museum-museum besar di Eropa. "museum" ini jarang dibuka untuk masyarakat umum karena koleksinya menjadi ajang prestise dari pemiliknya dan biasanya hanya diperlihatkan kepada para kerabat atau orang-orang dekat. Museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan dalam karya tulis seorang sarjana. Ini terjadi di zaman ensiklopedis yaitu zaman sesudah Renaissance di Eropa Barat ditandai oleh kegiatan orang-orang untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan mereka tentang manusia, berbagai jenis flora maupun fauna serta tentang bumi dan jagat raya disekitarnya. Gejala berdirinya museum tampak pada akhir abad 18 seiring dengan perkembangan pengetahuan di Eropa. Negeri Belanda yang merupakan bagian dari Eropa dalam hal ini juga tidak ketinggalan dalam upaya mendirikan museum. Perkembangan museum di Belanda sangat mempengaruhi perkembangan museum di Indonesia. Diawali oleh seorang pegawai VOC yang bernama G.E. Rumphius yang pada abad ke-17 telah memanfaatkan waktunya untuk menulis tentang Ambonsche Landbeschrijving yang antara lain:
- Memberikan gambaran tentang sejarah kesultanan Maluku, di samping penulisan tentang keberadaan kepulauan dan kependudukan. Memasuki abad ke-18 perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan baik pada masa VOC maupun Hindia-Belanda makin jelas dengan berdirinya lembaga-lembaga yang benar-benar kompeten, antara lain pada tanggal 24 April 1778 didirikan Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, lembaga tersebut berstatus lembaga setengah resmi dipimpin oleh dewan direksi. Pasal 3, dan 19 Statuten pendirian lembaga tersebut menyebutkan bahwa salah satu tugasnya adalah memelihara museum yang meliputi: pembukuan (boekreij); himpunan etnografis; himpunan kepurbakalaan; himpunan prehistori; himpunan keramik; himpunan muzikologis; himpunan numismatik, pening dan cap-cap; serta naskah-naskah (handschriften), termasuk perpustakaan. Lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang penting bukan saja sebagai perkumpulan ilmiah, tetapi juga karena para anggota pengurusnya terdiri dari tokoh-tokoh penting dari lingkungan pemerintahan, perbankan dan perdagangan. Yang menarik dalam pasal 20 Statuten menyatakan bahwa benda yang telah menjadi himpunan museum atau Genootschap tidak boleh dipinjamkan dengan cara apapun kepada pihak ketiga dan anggota-anggota atau bukan anggota untuk dipakai atau disimpan, kecuali mengenai perbukuan dan himpunan naskah-naskah (handschiften) sepanjang peraturan membolehkan. Pada waktu Inggris mengambil alih kekuasan dari Belanda, Raffles sendiri yang langsung mengepalai Batavia Society of Arts and Sciences. Jadi waktu inggris kegiatan perkumpulan itu tidak pernah berhenti, bahkan Raffles memberi tempat yang dekat dengan istana Gurbenur Jendral yaitu di sebelah Harmoni (Jl. Majapahit No. 3 sekarang).Selama kolonial Inggris nama lembaga diubah menjadi "Literary Society". Namun ketika kolonial Belanda berkuasa kembali pada nama semula yaitu "Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Watenschapen " dan memusatkan perhatian pada ilmu kebudayaan, terutama ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu bangsa-bangsa, ilmu purbakala, dan ilmu sejarah. Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan alam mendorong berdirinya lembaga-lembaga lain. Di Batavia anggota lembaga bertambah terus, perhatian di bidang kebudayaan berkembang dan koleksi meningkat jumlahnya, sehingga gedung di Jl. Majapahit menjadi sempit. Pemerintah kolonial belanda membangun gedung baru di Jl. Merdeka Barat No. 12 pada tahun 1862. Karena lembaga tersebut sangat berjasa dalam penelitian ilmu pengetahuan maka pemerintah Belanda memberi gelar "Koninklijk Bataviaasche Genootschap Van Kunsten en Watenschapen".
Lembaga yang menempati gedung baru tersebut telah berbentuk museum kebudayaan yang besar dengan perpustakaan yang lengkap (sekarang Museum Nasional). Sejak pendirian Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen untuk pengisian koleksi museumnya telah diprogramkan antara lain berasal dari koleksi benda-benda bersejarah dan kepurbakalaan baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Semangat itu telah mendorong untuk melakukan upaya pemeliharaan, penyelamatan, pengenalan bahkan penelitian terhadap peninggalan sejarah dan purbakala. Kehidupan kelembagaan tersebut sampai masa Pergerakan Nasional masih aktif bahkan setelah Perang Dunia I masyarakat setempat didukung Pemerintah Hindia Belanda menaruh perhatian terhadap pendirian museum di beberapa daerah di samping yang sudah berdiri di Batavia, seperti Lembaga Kebun Raya Bogor yang terus berkembang di Bogor. Von Koenigswald mendirikan Museum Zoologi di Bogor pada tahun 1894. Lembaga ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang bernama Radyapustaka (sekarang Museum Radyapustaka) didirikan di Solo pada tanggal 28 Oktober 1890, Museum Geologi didirikan di Bandung pada tanggal 16 Mei 1929, lembaga bernama Yava Instituut didirikan di Yogyakarta tahun 1919 dan dalam perkembangannya pada tahun 1935 menjadi Museum Sonobudoyo. Mangkunegoro VII di Solo mendirikan Museum Mangkunegoro pada tahun 1918. Ir. H. Haclaine mengumpulkan benda purbakala di suatu bangunan yang sekarang dikenal dengan Museum Purbakala Trowulan pada tahun 1920. Pemerintah colonial Belanda mendirikan Museum Herbarium di Bogor pada tahun 1941. Di luar Pulau Jawa, atas prakarsa Dr.W.F.Y. Kroom (asisten residen Bali) dengan raja-raja, seniman dan pemuka masyarakat, didirikan suatu perkumpulan yang dilengkapi dengan museum yang dimulai pada tahun 1915 dan diresmikan sebagai Museum Bali pada tanggal 8 Desember 1932. Museum Rumah Adat Aceh didirikan di Nanggro Aceh Darussalam pada tahun 1915, Museum Rumah Adat Baanjuang didirikan di Bukittinggi pada tahun 1933, Museum Simalungun didirikan di Sumatera Utara pada tahun 1938 atas prakarsa raja Simalungun. Sesudah tahun 1945 setelah Indonesia merdeka keberadaan museum diabadikan pada pembangunan bangsa Indonesia. Para ahli bangsa Belanda yang aktif di museum dan lembaga-lembaga yang berdiri sebelum tahun 1945, masih diijinkan tinggal di Indonesia dan terus menjalankan tugasnya. Namun di samping para ahli bangsa Belanda, banyak juga ahli bangsa Indonesia yang menggeluti permuseuman yang berdiri sebelum tahun 1945 dengan kemampuan yang tidak kalah dengan bangsa Belanda. Memburuknya hubungan Belanda dan Indonesia akibat sengketa Papua Barat mengakibatkan orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia dan termasuk orang-orang pendukung lembaga tersebut. Sejak itu terlihat proses Indonesianisasi terhadap berbagai hal yang berbau kolonial, termasuk pada tanggal 29 Februari 1950 Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang diganti menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). LKI membawahkan 2 instansi, yaitu museum dan perpustakaan. Pada tahun 1962 LKI menyerahkan museum dan perpustakaan kepada pemerintah, kemudian menjadi Museum Pusat beserta perpustakaannya. Periode 1962-1967 merupakan masa sulit bagi upaya untuk perencanaan medirikan Museum Nasional dari sudut profesionalitas, karena dukungan keuangan dari perusahaan Belanda sudah tidak ada lagi.
Di tengah kesulitan tersebut, pada tahun 1957 pemerintah membentuk bagian Urusan Museum. Urusan Museum diganti menjadi Lembaga Urusan Museum-Museum Nasional pada tahun 1964, dan diubah menjadi Direktorat Museum pada tahun 1966. Pada tahun 1975, Direktorat Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman. Pada tanggal 17 September 1962 LKI dibubarkan, Museum diserahkan pada pemerintah Indonesia dengan nama Museum Pusat di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Museum Pusat diganti namanya menjadi Museum Nasional pada tanggal 28 Mei 1979. Penyerahan museum ke pemerintah pusat diikuti oleh museum-museum lainnya. Yayasan Museum Bali menyerahkan museum ke pemerintah pusat pada tanggal 5 Januari 1966 dan langsung di bawah pengawasan Direktorat Museum. Begitu pula dengan Museum Zoologi, Museum Herbarium dan museum lainnya di luar Pulau Jawa mulai diserahkan kepada pemerintah Indonesia sejak museum-museum diserahkan ke pemerintah pusat, museum semakin berkembang dan museum barupun bermunculan baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh yayasan- yayasan swasta. Perubahan politik akibat gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa pada tagun 1998, telah mengubah tata negara Republik Indonesia. Perubahan ini memberikan dampak terhadap permuseuman di Indonesia. Direktorat Permuseuman diubah menjadi Direktorat Sejarah dan Museum di bawah Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2000. Pada tahun 2001, Direktorat Sejarah dan Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman.
Susunan organisasi diubah menjadi Direktorat Purbakala dan Permuseuman di bawah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Pada tahun 2002. Direktorat Purbakala dan Permuseuman diubah menjadi Asdep Purbakala dan Permuseuman pada tahun 2004. Akhirnya pada tahun 2005, dibentuk kembali Direktorat Museum di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (Tim Direktorat Museum).

F. EKSISTENSI DAN KELANJUTAN HIDUP MUSEUM
Merujuk contoh pada museum nasional di Jakarta, dahulu Museum pernah mengenyam masa jaya yaitu pada awal kemerdekaan hingga Museum Nasional pernah juga mendapat sebutan Gedung Jodoh, karena banyak orang yang mendapatkan jodohnya karena mengunjungi museum ini. Namun, setelah itu, berangsur-angsur pamor museum meredup hingga pada kondisi terparah menjelang dekade 70-an.buruknya pengelolaan museum ketika itu, diperparah oleh berbagai aksi perampokan. Awal 70-an Museum Nasional sempat dijarah kawanan perampok pimpinan gembong penjahat, Kusni Kasdut --dihukum mati awal 80-an-- yang membawa lari koleksi-koleksi terbuat dari emas dan batu mulia. 15 tahun kemudian, perampokan serupa terulang. Saat itu koleksi keramik Tiongkok menjadi sasaran perampokan.
Berbagai pembenahan wajib dilakukan untuk menarik pengunjung dan mengembalikan kondisi museum jauh lebih baik dibandingkan keramaian di masa jayanya. Dan hal ini harus didukung dengan dana perawatan dan pegawai yang berkualitas yang selama ini merupakan kendala umum museum – museum di Indonesia dan Jakarta khususnya.
Kendala besar yang saat ini tengah dihadapi sebagian besar museum di Indonesia adalah sepinya pengunjung. Saat ini eksistensi dan kelanjutan museum semakin memprihatinkan. Dari aspek fisik, misalnya, beberapa bagunan museum terkesan kurang terawat, koleksi pun juga demikian, meski tidak dipungkiri masih terdapat beberapa museum yang berkualitas. Diyakini faktor keterbatasan anggaran yang menyebabkan pengelola tidak melakukan program perawatan museum secara berkala. Sebagai contoh misalnya di Museum Adityawarman Sumatera Barat. Manajemen koleksi soal pengadaan, registrasi, perawatan, pengamanan dan penelitian/pengkajian, yang paling mencuat adalah mengenai pendanaan, yang kurang mendapat dukungan dari APBN, APBD, PNBP, dan donatur. Kepala Museum Adityawarman Sumatera Barat, Muasri, mengatakan,”Sulit meyakinkan wakil rakyat di DPRD untuk meyakinkan bahwa museum perlu mendapat bagian yang memadai.” "Tetapi, wakil rakyat karena kurang paham visi dan misi museum, sehingga anggaran tetap kecil,".
Sesuatu yang memprihatinkan yakni apresiasi dan gairah masyarakat untuk berkunjung ke museum semakin berkurang. Fenomena kerendahan apresiasi masyarakat terhadap museum, yang ditandai dengan semakin berkurangnya jumlah pengunjung, disebabkan oleh beberapa hal.
• Pertama, keminiman promosi dan sosialisasi yang dilakukan pihak pengelola, atau jika dilakukan sosialisasi hasilnya kurang menarik. Akibatnya, sebagian besar masyarakat kurang begitu paham akan keberadaan museum, sehingga wajar jika tidak timbul “keinginan” untuk mengunjungi.
• Kedua, keminiman kerja sama pengelola museum dengan institusi-institusi pendidikan, atau lembaga-lembaga yang intens pada kajian sejarah.
• Ketiga, ketidakterlibatan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan museum baik secara optimal maupun minimal.

Bukan tidak mungkin museum akan ditinggalkan masyarakat, terutama kalangan generasi muda. Jika hal ini terjadi masyarakat dan generasi muda akan tidak memahami sejarah masa lalunya, padahal Negara yang sukses adalah Negara yang tidak pernah melupakan sejarahnya bahkan mengenalnya dengan baik. Dalam hal mencegah “kepunahan” museum di Indonesia, Pemerintah menggalakkan program revitalisasi museum hingga tahun 2014, salah satunya pada tahun ini tengah digalakkannya tahun kujungan museum tahun 2010 melalui kerjasama dengan Dinas Pendidikan. Untuk memeriahkan Tahun Kunjung Museum 2010 sebanyak 89 museum, asosiasi dan komunitas museum yang tersebar di seluruh tanah air mempersiapkan kalender kegiatan menarik selama satu tahun antara lain kegiatan pameran, seminar, atraksi budaya, pameran foto, serta apresiasi. Sementara itu, Pameran akbar bertemakan khasanah budaya Sumatera (Beloved Sumatara) yang berlangsung di Museum Volkenkunde Leiden, Belanda dan Museum Civilization Singapura mengawali berlangsungnya Tahun Kunjung Museum 2010 dengan tujuan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat umum dan kaum intelektual mengenai kekayaan budaya Sumatera. Selain itu melalui pameran tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memelihara, melindungi dan melestarikan budaya yang tersebar di seluruh Sumatara serta memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk memelihara secara berkesinambungan.
Program Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan upaya untuk mendorong kesadaran masyarakat terhadap arti penting museum serta meningkatkan jumlah pengunjung museum yang menjadi bagian dari Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM).
GNCM mulai dilaksanakan pada 2010 hingga 2014 ini merupakan langkah strategis dalam mewujudkan revitalisasi museum di Indonesia sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan sesuai fungsi museum kepada masyarakat. Demikian dikabarkan oleh Pusat Informasi dan Humas Kemenbudpar.

G. PARADIGMA PARTISIPATORIS
Dalam mensuksesi revitalisasi museum semua pihak diharapkan melakukan langkah-langkah strategis untuk menghidupkan kembali museum.

• Pertama, membangun paradigma bahwa museum adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, atau paradigma pengelolaan partisipatoris. Artinya, pengelolaan museum bukan lagi menjadi monopoli pemerintah, tetapi juga melibatkan masyarakat. Model paradigma seperti ini, telah diterapkan pada pengelolaan museum sejarah kota Seoul di Korea Selatan, dan museum Fatahillah Jakarta. Di Museum Fatahillah, misalnya, masyarakat bahkan rela menyumbangkan benda-benda bersejarah yang menjadi koleksi pribadi kepada museum. Karena itu sampai saat ini, tercatat lebih dari 200 benda koleksi museum yang berasal dari sumbangan masyarakat.
• Kedua, pengelola museum harus mampu menjalin kerja sama yang baik dengan semua pihak, khususnya institusi pendidikan atau lembaga-lembaga yang intens pada kajian sejarah. Kerja sama dengan institusi pendidikan, misalnya, museum menjadi salah-satu sumber belajar sehingga pembelajaran sejarah menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Jika memungkinkan, pengelola museum perlu membuat program museum school atau sekolah museum. Sehingga semua orang yang ingin memperdalam seluk-beluk sejarah dapat memperoleh informasi yang akurat dan data yang lengkap.
Melalui program tersebut, diharapkan museum dapat berfungsi menjadi sarana pendidikan dan hiburan atau rekreasi. Tujuannya agar masyarakat bisa memperoleh pencerahan sekaligus refreshing setelah sekian waktu berkutat dengan beban kehidupan yang semakin pelik.
• Ketiga, untuk mengamankan koleksi museum, perlu dibuat sistem teknologi informasi yang maju, serta memakai peralatan modern. Misalnya, dengan memasang kamera tersembunyi (CCTV), microradio di tempat menaruh benda koleksi dan sebagainya. Teknologi informasi —yang canggih dan terintegrasi—juga akan menciptakan museum sebagaimana keadaan sesungguhnya, sehingga pengunjung seolah-olah tengah berwisata pada masa lalu. Setiap provinsi atau kabupaten kota tentu mengalami kebesaran dan perjalanan sejarah untuk menjadi sebuah provinsi atau kabupaten kota. Hal ini tentunnya akan mendukung terwujudnya pembangunan daerah di berbagai bidang khususnya pada bidang kebudayaan.
Secara umum, pada dasarnya masyarakat mempunyai anggapan bahwa museum hanyalah tempat penyimpanan benda-benda sejarah dan benda purbakala sebagaimana diibaratkan sebagai lembaga pengembangan budaya dan peradaban manusia. Tidak hanya itu, menurut ambrose dan crispin (1993), museum merupakan wahana yang memiliki peranan penting terhadap pengenalan dan penguatan identitas suatu masyarakat. Oleh karena itu melalui pembangunan dan peremajaan museum di harapkan gerakan pengenalan, penguatan dan apresiasi serta kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa Indonesia tidak hanya sebuah cerita pembangunan akan tetapi akan tercermin dari banyaknya minat masyarakat baik secara nasional dan regional bahkan internasional untuk mengunjungi museum. Langkah-langkah menghidupkan museum itu, perlu didukung dengan kebijakan Pemkot dan Pemprov. Misalnya, kebijakan pengembangan kota setidaknya harus mengindahkan aspek sejarah; pembangunan berbagai infra-suprastruktur kota tidak merusak atau mengurangi nilai sejarah dari situs atau cagar budaya.
Pembangunan di wilayah manapun harus diarahkan sehingga tidak merusak cagar budaya dan berbagai situs bersejarah, tetapi yang diharapkan pembangunan dapat memperbaiki atau merevitalisasi daya dukungnya (Agus Wibowo).

H. ANIMO DATANG KE MUSEUM KONVENSIONAL DAN KONTEMPORER
Tampaknya pamor museum konvensional dan museum kontemporer agak tertinggal. Museum konvensional terkesan angker dan terasing. Di beberapa museum tidak hanya terlihat kelegangan yang tersirat tetapi juga kekumuhan dan kekotoran. Hal ini menunjukkan betapa tak pedul dan perhatiannya masyarakat terhadap jejak – jejak sejarah bangsanya.
Dalam gambaran di museum Nasional, misalnya, terlihat antusiasme orang asing berkunjung ke museum- museum Indonesia yang cukup besar. Justru orang – orang yang tampak peduli terhadap kekayaan budaya bangsa Indonesia adalah orang – orang asing.
Situasi tak jauh berbeda juga terjadi di Museum Tekstil. Di sini pribumi yang datang berkunjung justru akan menjadi orang asing di rumah sendiri. Pengunjung yang berkunjung didominasi oleh orang asing. Minat warga Ibukota untuk mengunjungi museum sangat memprihatinkan. "Apalagi koleksi museum ini belum begitu dikenal dan jarang peminat." Ungkap Kepala Museum Tekstil ini,Puspitasari Wibisono. Ia melihat adanya dampak buruk dari kondisi itu yakni dengan ditandainya sangat sedikit buku karya orang Indonesia yang menelaah masalah tekstil Bangsa Bahari ini. Buku – buku yang ada tentang tekstil di Indonesia sebagian besar adalah hasil karya orang asing.
Menurunnya pamor museum konvensional sekarang ini karena masyarakat lebih tertarik datang ke pusat-pusat perbelanjaan, gedung bioskop, atau tempat Rekreasi dari pada museum. Disamping itu kurangnya informasi juga membuat pamor museum menjadi rendah.
Pada dasarnya, minat masyarakat datang ke museum belum mengkhawatirkan yang terlihat dari antusiasme para pelajar setiap kali berkunjung ke museum. Namun karena pemahaman masyarakat yang terbatas akibat terputusnya informasi kegiatan museum menjadikan mereka tak pernah memasukkan museum ke dalam salah satu agenda wisata atau hiburan keluarga.
Pihak pengelola museum dapat melakukan beberapa rangkaian kegiatan agar museum terlihat lebih aktif dalam pemromosian dirinya, misalnya mengatur ruang dengan penataan lebih menarik, membuat pameran, lomba, seminar, dan lain sebagainya. Museum juga perlu dilengkapi sarana bermain, parkir, serta restoran yang memadai dan tertata rapi untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung.
Dengan demikian anggapan masyarakat bahwa berkunjung ke museum adalah melihat barang rongsokan dan buang – buang waktu akan hilang dengan sendirinya.
Pamor Museum "Kontemporer" seperti Taman Mini Indonesia Indah dan
Monas tak pernah sepi pengunjung. Pada dasarnya fungsi museum sebagai sarana rekreasi, terealisasi di museum kontemporer. Sebagian besar masyarakat ketika pergi ke museum kontemporer memiliki tujuan untuk mencari hiburan dan rekreasi, sebagaimana dikatakan Tedjo Susilo, Kepala Sub Direktorat Museum Umum.
Orang- orang pergi ke Taman Mini umumnya karena ingin menonton film di Keong Mas, atau jika pergi ke Monas hanya karena ingin melihat Jakarta dari atas," kata Tedjo. Rendahnya animo masyarakat datang ke museum konvensional karena belum merupakan budaya masyarakat secara keseluruhan. "Melihat koleksi kekayaan budaya di museum, bagi masyarakat kita belum merupakan kebutuhan primer. Ini sangat berlainan dengan keadaan masyarakat di negara-negara yang telah maju yang harus antri untuk masuk museum.
Namun, kata Tedjo, animo untuk datang ke museum sebetulnya tak terlalu buruk jika mengacu pada jumlah pengunjung selama ini. Menurut beliau, pada periode tahun 1993-1994 saja jumlah pengunjung untuk seluruh museum Jakarta tercatat sebanyak 1.445.601 orang. Dari angka ini sebanyak 95.351 adalah orang asing, 4.580 peneliti, dan sisanya sebanyak 763.800 orang adalah pengunjung domestik.
Sekarang ini di beberapa museum mulai dibuat kegiatan yang bersifat memberikan pengalaman kepada pengunjung. Di Museum Tekstil, misalnya, pengunjung bisa merasakan pengalaman membatik dengan biaya Rp 35.000 dan hasilnya dapat dibawa pulang.
Museum Transportasi di Kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mengajak pengunjung masuk ke ruang kokpit pilot pesawat DC-9 buatan 1980-an milik maskapai Garuda Indonesia dengan membayar Rp 2.500. Di museum ini, pengunjung juga bisa masuk ke rangkaian gerbong kereta luar biasa yang pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 1946.
Salah satu komunitas yang peduli akan keberlangsungan museum yakni Komunitas Sahabat Museum, yang berdiri sejak 2002, mengemas acara kunjungan ke museum agar menarik perhatian masyarakat. Setiap mengunjungi museum, peserta akan mendapat cerita tidak hanya tentang museum dan koleksinya, tetapi juga tentang sejarah lingkungan museum tersebut. Misalnya tentang riwayat Tanah Abang, tempat berdirinya museum tekstil, bagaimana berburu yang baik di museum Rahmat, dan lain - lain.
Sahabat Museum juga mengenalkan sejarah bangsa ini dengan berjalan-jalan. Salah satunya ke Kota Tua Jakarta, Januari 2009, yang menyedot sekitar 1.000 peserta. Untuk lebih menarik perhatian, peserta komunitas ini juga selalu mendapat penganan khas daerah yang dikunjungi. Saat jalan-jalan di daerah Betawi, misalnya, mereka mendapat roti buaya, bir pletok, dan es krim Ragusa. Intinya, publik diajak akrab dengan museum untuk mengenal peradaban bangsa pada masa lalu dan merefleksikannya dalam kehidupan kekinian.

I. KESIMPULAN DAN SARAN
Konsep revitalisasi tidak hanya sekedar menghidupkan kembali apa yang sebelumnya pernah ada, tetapi menyempurnakan strukturnya, mekanisme kerjanya, menyesuaikan dengan kondisi baru, semangat baru dan komitmen baru.
Kebijakan revitalisasi museum di Indonesia bermanfaat untuk meningkatkan pengembangan museum dan memperkenalkan museum kepada masyarakat luas.
Revitalisasi museum diharapkan dapat mewujudkan kesadaran untuk menempatkan kembali museum sebagai pilar mencerdaskan bangsa, memperteguh kepribadian bangsa, dan memperkokoh ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
Revitalisasi Museum merupakan bagian dari Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM), yang bertujuan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap museum,upaya peningkatan kualitas museum dan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan museum dan pelayanan pengunjung, dan menjadikan museum sebagai pranata sosial yang mampu membangkitkan kebanggaan dan memperkukuh jatidiri bangsa.
Kebijakan revitalisasi museum di Indonesia tengah digalakkan hingga tahun 2014. Pemerintah Indonesia memprogramkan revitalisasi museum selama lima tahun sejak 2010 hingga 2014 mendatang, yang mencakup 79 unit museum yang tersebar di berbagai daerah.
Pihak yang melaksanakan revitalisasi museum itu yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah dan komunitas. Jumlah museum yang direvitalisasi pada tahun 2010 sebanyak 6 unit, 2011 sebanyak 30 unit, 2012 sebanyak 10 unit, 2013 sebanyak 15 unit dan tahun 2014 sebanyak 20 unit museum.
Pihak pengelola museum dapat melakukan beberapa rangkaian kegiatan agar museum terlihat lebih aktif dalam pemromosian dirinya, misalnya mengatur ruang dengan penataan lebih menarik, membuat pameran, lomba, seminar, dan lain sebagainya. Museum juga perlu dilengkapi sarana bermain, parkir, serta restoran yang memadai dan tertata rapi untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung.
SARAN
Diharapkan semua pihak bekerja sama dalam program revitalisasi museum di Indonesia agar manfaat, dampak, sasaran dan tujuan dalap berjalan dengan sukses.

DAFTAR PUSTAKA

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/definisi-revitalisasi.html
http://aguswibowo82.blogspot.com/2009/03/revitalisasi-museum-yogyakarta.html
http://oase.kompas.com/read/2010/04/01/0018223/Peserta.Berikan.Komitmen.Dukung.Revitalisasi.Museum
http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/2010/03/30/brk,20100330-236864,id.html
http://www.menkokesra.go.id/content/view/14410/1/
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=12398&Itemid=707
http://www.forumbudaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1789&Itemid=1
http://www.antaranews.com/berita/1269898583/kepala-museum-se-indonesia-bahas-revitalisasi-permuseuman
http://www.menkokesra.go.id/content/view/14410/39/
http://www.kapanlagi.com/h/revitalisasi-museum-diprogramkan-selama-lima-tahun.html
http://aapalupi.blogspot.com/2007/11/revitalisasi.html
http://adhisthana.tripod.com/artikel/museum.txt
http://aapalupi.blogspot.com/2007/11/revitalisasi.html
http://traveltourismindonesia.wordpress.com/2010/01/10/mengawali-tahun-kunjung-museum-2010/
http://www.museum-indonesia.net - Direktorat Museum, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Republik Indonesia Powered by Mambo Generated:13 April, 2010, 02:16

1 komentar: